Sabtu, 18 Desember 2010

Peran Negara Lemah, RI Diobok-obok Malaysia

WARGA NEGARA DAN NEGARA

LINTAS INDONESIA - Pemerintah dinilai masih lemah dalam upaya memberikan perlindungan terhadap warga negaranya sendiri, termasuk dalam persoalan teritorial yang terus dirongrong Malaysia.

Untuk itu, diperlukan suatu sikap tegas pemerintah guna menghadapi masalah-masalah yang mengemuka, dengan memperkuat peranan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia untuk lebih agresif dalam berdiplomasi manakala suatu permasalahan terjadi.

Jika tidak, bangsa Indonesia akan terus menerus dilecehkan dan diobok-obok oleh Malaysia, bahkan dirongrong kedaulatannya, juga dicemooh lantaran tidak bisa memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

“Negara masih sangat lemah dalam upaya memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Kasus-kasus yang muncul dalam hubungan bilateral ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa main-main dalam berhubungan dengan Malaysia. Kasus Manohara dan Ambalat menunjukkan bahwa kita memang sedang diobok-obok oleh Malaysia,” tandas Prof Anak Agung Banyu Perwita, PhD, seorang Pengamat Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung.

Langkah apa yang perlu diambil pemerintah saat ini dan ke depannya, terkait serangkaian peristiwa yang mengusik rasa nasionalisme bangsa kita? Berikut pengamatan Banyu kepada Rahajeng Arum di Bandung,

Menurut pengamatan Anda, kasus Manohara ini apakah memang menunjukkan lemahnya diplomasi Indonesia terhadap Malaysia?

Sejauh yang saya tahu dari berbagai pemberitaan terkait kasus seperti ini, tampaknya peran KBRI memang belum cukup optimal untuk melindungi warga negaranya. Padahal kan sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Dasar 1945, negara itu harus melindungi semua warga negaranya. Kasus Manohara merupakan salah satu contoh dari banyak contoh kasus-kasus yang lain di mana KBRI sangat diharapkan peran pentingnya di sini. Namun pada kenyataannya, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang begitu banyaknya ada di Malaysia seperti tenaga kerja Indonesia (TKI) itu, namun kurang mendapat perlindungan maupun upaya diplomasi dari pihak KBRI dalam menangani kasus-kasus yang dihadapi warga negaranya sendiri.

Nah, dalam kasus Manohara ini, kebetulan kita berhubungan langsung dengan pusat kekuasaan dari Kerajaan Malaysia. Tapi buat saya pribadi, siapa pun dia yang bertindak sewenang-wenang terhadap WNI, pemerintah wajib untuk melakukan suatu tindakan atau perlindungan terhadap warga negaranya, sebab itu adalah kewajiban negara terhadap warganya.

Jadi, saya pikir kalau Manohara mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sikap atau kinerja KBRI di Malaysia, karena memang menunjukkan peran negara masih sangat lemah dalam upaya memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

Anda melihat adakah indikasi kasus Manohara ini maupun kasus-kasus lainnya terkait WNI di Malaysia merupakan suatu pelecehan Malaysia terhadap bangsa kita?

Oh, iya jelas. Terlebih dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia, memang merupakan suatu dinamika betapa Malaysia terkesan kurang menghormati bangsa kita selama ini. Kasus Manohara belum tuntas, muncul lagi kasus Ambalat, bahkan ada sejumlah TKI kita yang terpaksa harus meninggal hanya karena terindikasi adanya perlakukan sewenang-wenang dari pemerintah maupun warga negara Malaysia.

Semua ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa main-main dalam berhubungan dengan Malaysia. Kasus Manohara dan Ambalat menunjukkan bahwa kita memang sedang diobok-obok oleh Malaysia. Terus terang, saya sendiri secara pribadi sebagai warga negara Indonesia merasa terusik dengan tindakan Malaysia seperti itu. Maksud saya, pemerintah Indonesia harus bisa tegas dalam meninjau kembali hubungan yang telah dibangun selama ini dengan Malaysia. Dalam artian, ke mana sih sebenarnya arah hubungan bilateral Indonesia-Malaysia ini selanjutnya.

Salah satu point yang ingin saya tunjukkan di sini, bahwa kedekatan kultural tidak sama sekali bisa membuat hubungan suatu negara dengan negara lainnya menjadi sangat positif atau kuat. Sebab, dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia seperti sekarang ini, kita lebih cenderung memposisikannya pada masalah kedaulatan atau teritorial, termasuk perlindungan terhadap warganya. Hal ini bisa menjadi suatu taruhan bagi hubungan kedua negara selanjutnya. Isu-isu seperti ini harus bisa jadi pengawal dari nasib bangsa kita ke depan dalam berhubungan dengan negara lain seperti Malaysia.

Kalau memang pemerintah masih dinilai lemah dalam perlindungan terhadap warga negaranya di Malaysia, lantas perlu tidak, kita menggalang semangat ultranasionalisme lagi, untuk mengganyang Malaysia?

Saya pikir hal seperti itu jangan dulu lah. Kita harus berhati-hati, boleh-boleh saja kita merasa terganggu dan memprotes tindakan Malaysia itu, tapi kita harus tahu dulu bagaimana sih sebenarnya mekanisme langkah yang diambil oleh negara. Dan kita sebagai warga negara harus menaatinya.

Saya pikir akan terlalu mahal biayanya untuk memekikkan kembali semangat ganyang Malaysia ini. Sebab persoalannya ini merupakan persoalan negara. Jadi, kita biarkan negara bermain terlebih dahulu dan kita sebagai warga harus tetap mendukung pemerintah dalam upaya penyelesaian kasus-kasus seperti ini agar negara kita bisa menjadi lebih kuat ketika berhadapan dengan negara lain, bukan hanya dengan Malaysia, tapi dengan negara-negara di seluruh dunia.

Jika kita hanya meneriakkan ganyang Malaysia, saya kira ini akan berbahaya dan berpotensi meruntuhkan tatanan hubungan kedua belah pihak. Jadi, kita biarkan saja negara bertanggungjawab atau mengambil langkah tindakannya sebagaimana yang dianggap perlu dilakukan oleh negara. Intinya, dalam konteks ini, negara harus bersikap terhadap negara lain.

Lalu, langkah efektif seperti apa yang perlu dilakukan pemerintah kita dalam kasus seperti ini?

Pertama, harus memberikan proteksi terlebih dahulu terhadap WNI yang berada di Malaysia. Seperti kasus Manohara, termasuk soal Ambalat di mana pemerintah kita sebenarnya harus bisa segera mempertanyakannya ke pemerintah Malaysia. Dan di sini peran KBRI sangat menentukan untuk bisa lebih serius dalam menangani kasus yang dihadapi warga negara.

Dalam kasus seperti ini tentu ada keterkaitan instansi Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan Keamanan sekaligus Panglima TNI. Sebab, TNI bertugas sebagai pengawal, sementara KBRI bertugas untuk berdiplomasi, dalam konteks diplomasi pertahanan. Semua itu memiiki peranan yang sangat penting, apalagi selama ini diplomasi pertahanan kita tampaknya masih lemah dalam menghadapi kasus Ambalat.

Apa yang Anda harapkan dari pemerintahan RI ke depan dalam menghadapi masalah hubungan internasional seperti ini?

Kebetulan tak lama lagi bangsa kita akan menghadapi Pemilu 2009. Yang perlu dipikirkan adalah agaimana caranya agar para calon presiden dan wakil presiden kita itu bisa memiliki identitas nasionalisme dengan berbicara di hadapan publik atau massanya sendiri tentang bagaimana cara menghadapi hubungan Indonesia-Malaysia ke depan.

Inilah sebenarnya yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para capres/cawapres untuk bisa membawa Indonesia ke depan, bagaimana dalam hal merespon kasus-kasus seperti ini. Kalau memang kita semua merasa terganggu dengan nasionalisme kita, saya pikir inilah saatnya kita mengkaji ulang bagaimana tingkat rasa nasionalisme yang akan kita bawa ke depan.

Kalau kita maunya cuma memprovokasi rakyat untuk bertindak anarkis terhadap bangsa lain ya, saya pikir jangan dulu. Bukan caranya seperti itu. Lebih baik kita serahkan saja kepada negara. Karena itu negara harus bisa lebih memerankan peranannya sebagaimana mestinya.

Menurut Saya pribadi Saya setuju atas pengamatan yang dilakukan oleh Prof Anak Agung Banyu Perwita, PhD, seorang Pengamat Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung. Pemerintah harus lebih tegas lagi dalam menghadapi masalah-maslah terhadap perlindungan warga negara, apalagi masalah para TKI/TKW, mereka merupakan devisa negara.

sumber :
http://webcache.googleusercontent.com/search?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar