Kamis, 17 Maret 2011

Kebencian dan Cinta Kasih

Manusia dan Cinta Kasih


Kebencian tidak akan pernah berakhir jika dibalas dengan kebencian. Ia hanya akan berakhir jika diselesaikan dengan cinta kasih.
Lupakanlah orang yang pernah menyakiti Anda, dengan itu, Anda bisa mengosongkan energi negatif itu dari ruang hati sehingga ia bisa diisi dengan hal-hal positif dan konstruktif.
(Status 27, Success & Joy Talks, DR. Ponijan Liaw)

Dunia ini terlalu sempit bagi orang yang memiliki banyak musuh. Karena ke sudut mana pun ia pergi, ia akan terus bertemu dengan orang yang tidak disukai.
Jika situasi dan kondisinya seperti itu, kemanakah gerangan ia harus berdiri?
Tidak ada satu tempat pun di kaki bumi mau pun di langit yang bisa menyewakan tempat aman, bebas dari orang-orang yang dibenci.

Sebagai seorang yang berpikiran positif, ada baiknya semua pihak merenungkan makna hakikat kehidupan dan eksistensinya di bumi ini.
Terlebih lagi jika Anda seorang entrepreneur yang sejatinya harus membina relasi dengan banyak pihak agar ekspansi dan eskalasi usaha dan korporasi Anda bisa meningkat berdasarkan deret ukur.
Semua pihak harus dirangkul. Tanpa itu, mustahil kesuksesan yang sesungguhnya akan dapat diraih.

Kerugian ‘Memelihara’ Kebencian
Jika ada pihak yang pernah melukai Anda, ingatlah bahwa mungkin ia tidak sengaja melakukannya.
Mengapa Anda membawa beban itu kemana pun Anda pergi? Apakah hal itu akan dibawa sampai mati?
Bukankah energi yang terkuras untuk itu berakhir sia-sia tanpa laba?

Sesungguhnya, terdapat sederet panjang kerugian yang menghampiri seseorang yang menyimpan dan memelihara kebencian itu. Ruang afeksi yang seyogyanya berisi karakter positif, konstruktif, simpatik dan empatik terpaksa tidak berdaya menerima desakan dahsyat dari energi negatif-destruktif (baca: kebencian) yang terus menerus membombardirnya setiap hari.

Hati menjadi pasif dan antipati. Sensitivitas hati berangsur lenyap secara berkala. Humanitas terhadap sesama menguap.
Jika sudah demikian, peran hati yang sejatinya penuh kasih untuk berbagi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Hati menjadi mati, walau pun pemilik fisiknya masih hidup. Akumulasi dari terabrasinya hati ini lambat laun akan membuat sang pemiliknya menjadi manusia yang apatis, negatif, pasif, abusif, agresif dan sensitif.

Ruang pergaulannya menjadi semakin menyempit. Padahal ruang itu seharusnya semakin diperlebar dari hari ke hari.
Karena disanalah transaksi relasi sosial dan bisnis terjadi.

Balas dengan Cinta Kasih
Ada sebuah contoh menarik mengenai bagaimana seharusnya kebencian itu dibalas.
Nelson Mandela, sang legenda Afrika Selatan, telah memberikan contoh bagaimana kebencian itu harus dibalas. 18 tahun ia dipenjara oleh musuh politiknya di negeri kulit hitam itu. Ia dituduh dengan dakwaan palsu. Dijebloskan ke penjara dengan pasal penuh rekayasa.
Namun, ketika ia keluar dari balik terali besi, ia melupakan peristiwa itu dan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Afrika Selatan, dan ia menang!
Ia adalah presiden pertama di negeri tandus itu yang dipilih secara demokratis.

Pernyataan pertama yang disampaikan oleh panglima tentaranya setelah ia dilantik menjadi presiden adalah ia siap menangkap petinggi tentara yang menjebloskan sang presiden ke penjara jika diperintahkan. Sang presiden murah senyum itu pun menjawab tidak perlu. Biarlah hal itu menjadi catatan sejarah hitam yang pernah terjadi pada dirinya. Rakyat yang akan menilai perjalanan hidup politik siapa yang layak diteladani dan tidak. Ia tidak mau menghukum.

Sang presiden telah mengajarkan kepada dunia bahwa kebencian itu tidak pantas dipelihara karena ia akan menjadi siklus yang tidak pernah akan berakhir.
Biarlah ia dibalas dengan cinta kasih agar semuanya berjalan dengan lebih menyenangkan.
Siapkah Anda menebarkan cinta kasih kepada mereka yang membenci?

sumber

http://sosbud.kompasiana.com/2010/05/11/kebencian-dan-cinta-kasih/

Belajar dari Tembang “Gundul-gundul Pacul”

Manusia dan Keindahan

Nilai Moral dalam Tembang Dolanan “Gundhul-gundhul Pacul”

Untuk dapat bersatu atau berbaur dalam masyarakat yang multikultural dimanapun berada, maka orang Jawa biasanya menerapkan sikap hidup “andhap ashor” (sikap rendah hati). Di sini harus dibedakan antara rendah hati dengan rendah diri. Rendah hati mengandung makna tidak mau menonjolkan diri, meskipun sebenarnya memiliki kemampuan. Sedang rendah diri mengandung makna minder, karena eksistensi dan potensinya tidak ada. Andhap asor sejajar maknanya dengan lembah manah (berlapang dada). Orang Jawa sangat mengutamakan sifat andhap asor, bila berhubungan dengan sesama hidup. Watak andhap asor tidak mudah dijerumuskan oleh pujian dan sanjungan, yang dapat menjatuhkan harkat dan martabatnya. Jika seseorang tidak memiliki sikap andhap ashor ini, maka akan mudah terpeleset dengan pujian dan sanjungan (gila hormat). Maka watak ini akan menumbuhkan kesadaran seseorang, jika dipuji tidak tinggi hati dan jika dicela tidak kecil hati apalagi marah. Adanya sanjungan dan celaan bagi orang yang lembah manah atau andhap ashor, akan mudah untuk mawas diri, sehingga mampu mengadakan perbaikan. Sanjungan dan celaan baginya sama saja, semua hanyalah sarana untuk memperbaiki diri dalam bergaul atau bermasyarakat.

Sikap andhap ashor seseorang biasanya diimbangi dengan sikap “anteng”, yang bermakna tenang, halus, indah tapi berbobot. Ada pepatah: air beriak tanda tak dalam, air tenang menghanyutkan, yaitu larangan untuk meremehkan hal-hal yang kelihatan remeh yang tak berdaya. Sikap anteng akan menimbulkan kewibawaan dan mendatangkan rasa hormat dari pihak lain. Dalam proses belajar mengajar, sikap anteng itu sangat diperlukan. Guru akan merasa dihargai jika muridnya bersikap anteng. Dengan sikap anteng berarti murid memperhatikan dan memahami ajaran gurunya. Suasana gaduh akan membuat pelajaran tidak bisa dipahami dan emosi mudah terbakar. Dalam forum resmi sikap anteng diperlukan demi kelancaran hal yang sedang dibicarakan. Keputusan yang dihasilkan oleh forum yang anteng pesertanya maka hasilnya akan lebih jernih. Dalam kehidupan sehari-hari pribadi yang anteng bisanya mampu berpikir lebih jernih untuk memecahkan berbagai persoalan.

Dengan demikian, konsep andhap asor ini jika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka dapat menghilangkan sekat-sekat komunikasi dan tembok pemisah kerukunan umat manusia, khususnya umat beragama dalam hal ini. Bahkan jika seorang pemimpin menerapkan sikap demikian dalam kepemimpinannya, maka akan menghilangkan tembok yang membetengi putusnya komunikasi antara atasan dan bawahan, dapat hancur luluh oleh pengambilan sikap andhap asor. Sikap andhap asor termasuk watak susila yang kemudian menjelma menjadi tingkah laku yang sabar, santun. Sikap seperti itu perlu ditanamkan pada anak didik agar kelak menjadi manusia utama (jalma utama) atau manusia pilihan ( jalma pinilih).

Dambaan para orang tua agar anaknya kelak menjadi manusia utama, memiliki budi pekerti luhur, rendah hati, tidak membanggakan diri sekalipun dia memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan orang lain. Ajaran edukatif terhadap budi pekerti luhur tersebut dapat kita perhatikan dalam beberapa tembang yang menjadi nyanyian rakyat Jawa. Salah satu tembang yang memiliki nilai-nilai edukatif tersebut adalah tembang “Gundul-gundul Pacul”, yang tidak diketahui siap pengarangnya (anonim). Tembang ini termasuk kategori Tembang Dolanan, artinya tembang atau lagu yang mengandung unsur permainan atau hiburan. Sekalipun hanya Tembang Dolanan, tetapi memiliki nilai-nilai pendidikan terhadap perilaku atau akhlak manusia yang terpuji. Tembang ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita sebagai orang Jawa, terutama ketika masih kecil sering mendengar tembang ini, dan seringnya dijadikan olokan bagi mereka yang kepalanya gundul alias botak.

Gundul…gundul, pacul… cul..

Gembelengan…

Nyunggi… nyunggi, wakul..kul…

Gembelengan ….

Wakul glempang segane dadi sak latar

Wakul glempang segane dadi sak latar

Sebuah tembang (lagu) dalam masyarakat Jawa, tidak hanya sebatas lagu yang hanya memiliki nilai komersial, tetapi lebih mencerminkan watak atau karakter masyarakat Jawa, baik itu berupa kebudayaan, keadaan sosial, ajaran budi pekerti luhur, atau sebuah doa dan harapan. Adapun ungkapan didalam tembang rakyat “Gundul Pacul” tersebut, mengandung nilai moral yang mendasari pergaulan yang rendah hati dan sopan- santun, sehingga dapat diterima oleh semua pihak.

Adapun secara lebih lengkap tentang kandungan makna dari tembang tersebut, sebagai berikut :

Gundul-gundul pacul…cul,

Gundul berarti kepala botak tanpa rambut sama sekali. Secara umum, kita tahu bahwa rambut itu merupakan mahkotanya kepala, karuni Tuhan yang menambah pesona keindahan dan kecantikan makhluk-Nya yang bernama manusia. Oleh sebab itu alangkah ironis sekali, jika rambut yang seharusnya menjadi mahkota keindahan kepala itu tidak ada. Maka banyak orang yang takut kehilangan rambutnya karena rontok, terutama kaum wanita. Sehingga banyak alternatif kosmetik dan obat-obatan untuk menjaga dan merawat keindahan rambut, dari sampho anti ketombe sampai obat penumbuh rambut.

Setalah itu kita bertanya, mengapa kata “gundul” kok dirangkai dengan kata “pacul” , yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan cangkul. Hal ini terlihat begitu jauh perbedaannya, yang dalam kaidah bahasa tidak sejajar dan tampak tidak ada hubungan sama sekali. Kata “Gundul” yang berhubungan dengan kepala manusia, lambang kehormatan dan kemulian, dikaitkan dengan “Pacul” alat untuk mencangkul sawah atau ladang. Tetapi hal ini sangat wajar bagi orang Jawa, terutama daerah pedalaman yang sebagian besar mata pencahariannya adalah petani, ketika mengambil i’tibar atau perumpamaan adalah barang-barang yang sudah familiar dengan dunia mereka, contohnya adalahpacul (cangkul). Orang Jawa merasa bangga dan terhormat dengan pekerjaan mereka, yaitu petani dengan budaya agrarisnya.

Dalam tembang tersebut, kata gundul yang berarti kepala tanpa rambut, plontos, dikuatkan atau disamakan dengan pacul, yaitu lempengan besi atau baja tipis berbentuk persegi empat polos tanpa hiasan. Kepala sebagai lambang kemuliaan dan kehormatan manusia karena di dalamnya terdapat otak, tempat akal manusia, yang merupakan karunia Tuhan terbesar yang tidak diberikan kepada makhluk-Nya yang lain.

Dalam keratabasa Jawa, kata “pacul” itu berarti papat kang ucul, (empat hal yang lepas), sama seperti bentuk pacul (cangkul) persegi empat. Artinya bahwa kemuliaan dan kehormatan seseorang itu tergantung dari apa yang ada dan diperbuat oleh kepala dan isinya. Otak adalah isi kepala yang paling fital, disana tempat bersemayam akal yang mempengaruhi seluruh gerak dan perbuatan manusia. Selain itu, masih ada empat organ lain di kepala yang menjadi prajurit akal, yaitu mata, hidung, telinga, dan mulut, yang jika lepas (ucul) dari kontrol akal maka (rasionalitas) akan berbuat semaunya.

Gembelengan

Perbuatan yang dilambangkan oleh kepala adalah besar kepala, keras kepala, dan kepala batu. Beberapa ungkapan tersebut merupakan cerminan sikap seseorang yang angkuh, sombong, merasa dirinya super dan lain sebagainya, yang dalam bahasa Jawa dilambangkan dengan “Gembelengan”. Berjalan berlenggang dengan membusungkan dada, mengangkat kepala, merasa dirinya paling hebat dan menganggap orang lain remeh.

Jadi, “gembelengan” ini merupakan sikap seseorang yang kepalanya tidak memiliki akal, atau akalnya tidak mampu mengendalikan keempat indra yang ada di kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga). Seumpama “pacul”, papat kang ucul (empat hal yang lepas). Sehingga hilanglah kehormatan dan harga dirinya, tidak ada lagi mahkota keindahan yang dipancarkan dari kepalanya. Karena matanya tidak lagi terjaga, memandang hal-hal yang mengundang maksiat dan dosa. Telinga tidak lagi mau mendengarkan petuah dan nasihat kebajikan dari para alim dan atau orang tua. Hidung tidak lagi berfungsi untuk mencium aroma wangi-wangian, tapi malah untuk berbuat dosa. Mulut tidak lagi untuk berbicara kebajikan, amar ma’ruf nahi munkar, tetapi untuk bergunjing, memfitnah, menghasud dan berbohong. Inilah sikap atau perilaku yang muncul, sikap “gembelengan” (congkak, angkuh-sombong), jika empat indra di kepala telah lepas kendali.


sumber

http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/05/belajar-dari-tembang-dolanan/

Presiden Juga Manusia...

Manusia dan Penderitaan

Presiden juga manusia, sama seperti kita. Dia bisa merasakan kesakitan, kelaparan, kekenyangan, kesenangan, kebahagiaan, maupun kesedihan. Semua serba manusiawi. Bila dia tak memiliki sifat-sifat kemanusiawian tersebut, berarti presiden bukan manusia. Lantas kenapa presiden bisa menjadi begitu istimewa, hingga menjadi incaran orang untuk mencapai posisi puncak tersebut? Keistimewaan yang diterima presiden berasal dari manusia itu sendiri, yaitu kita sendiri.

Manusia terlalu banyak memberikan keistimewaan bagi seorang presiden. Contohnya, seorang presiden tidak boleh mengalami kemacetan di tengah jalan raya, karena akan menghambat tugas negara. Seorang presiden juga harus dikawal kemanapun ia pergi agar keselamatannya terjamin dan terjaga. Jadi tak heranlah jika presiden selalu dikelilingi oleh pengawal-pengawalnya yang setia dan berani mati. Bahkan presiden juga tak boleh bersesak-sesakan di kereta, bis, maupun sarana transportasi massal lainnya. Keistimewaan lainnya tentu masih banyak lagi.

Kalau presiden ingin menggunakan angkutan-angkutan massal tadi maka para pendampingnya harus menyediakan angkutan massal yang dikhususkan untuk presiden, keluarganya, ajudan-ajudannya, dan para pembantunya. Dia tak boleh dicampur dengan manusia-manusia biasa lainnya, karena menyangkut keselamatan nyawa presiden.

Sayangnya, semua keistimewaan itu membuat seorang presiden kehilangan empati terhadap permasalahan dan penderitaan yang terjadi dalam masyarakat manusia lainnya. Bilapun rasa empati itu ada namun hanya sebatas keprihatinan atau yang biasa disebut rasa simpati, belum mencapai tahap empati tadi, karena presiden tak merasakan langsung penderitaan itu. Misalnya, seorang presiden turutprihatin dengan kemacetan yang terjadi setiap hari, namun dia tak turut merasakan bagaimana susahnya berada dalam kemacetan itu, apalagi kemacetan itu selalu dialami setiap saat oleh manusia lainnya dan berlangsung selama berjam-jam.

Andai presiden turut berada dalam kemacetan itu setiap dia berangkat tugas, tentu dia akan segera berempati, dan langsung mencari solusi untuk mengatasi kemacetan tersebut agar tak terjadi terus-menerus. Demikian pula jika presiden diajak naik kereta setiap pagi, mulai dari pinggiran kota hingga ke pusat kota, tempat dia bertugas. Sudah barang tentu, presiden akan berempati dengan kondisi yang dihadapi manusia lainnya dalam gerbong kereta itu, dan langsung merasakan betapa tidak enaknya terjepit di antara kepadatan manusia lainnya dalam gerbong tersebut. Presiden pun secara bijaksana dan arif akan langsung mencari solusi dan menitahkan menteri perhubungan dan transportasinya untuk membuat kereta itu menjadi angkutan yang lebih manusiawi, aman, dan nyaman bagi manusia lainnya.

Sayangnya, semua solusi itu tak akan pernah terwujud karena seorang presiden tak pernah merasakan kesusahan itu semua, kesusahan di jalan raya karena macet, maupun kesusahan dalam kereta dan terjepit di antara padatnya manusia. Itu baru segelintir permasalahan yang kerap terjadi dalam kehidupan manusia lainnya. Dan ini bukan salah presiden, ini salah kita. Kita terlalu banyak memberikan keistimewaan bagi seorang presiden, dengan alasan demi keselamatannya, hingga tercipta aturan protokoler yang terkadang malah menyusahkan manusia lainnya, dan (barangkali) presiden juga tidak suka diberi keistimewaan itu, karena presiden juga manusia.

sumber

http://sosbud.kompasiana.com/2010/07/19/presiden-juga-manusia/

Tuhan, di Manakah Anda Berada?

Manusia dan Keadilan

Kita mengaku bangsa yang ber-Tuhan, kita mengaku ” saya ber-Tuhan “, Apa artinya ber-Tuhan ? Apakah hanya suatu simbolis ataukah hanya ucapan yang menyatakan dirinya adalah orang baik, karena ber-Tuhan ? Lebih baik daripada orang lain, bangsa lain yang tidak ber-Tuhan ! Apakah benar orang ber Tuhan kemudian bisa dikatakan lebih baik, yang tidak ber-Tuhan adalah penjahat ? Bagi mereka yang mengatakan ber-Tuhan, apakah benar-benar ia mengenal Tuhan , dan merasakan keberadaannya Tuhan ? Pernahkah ia merasakan atau pernah berelasi dengan Tuhan ? Jika semua itu belum dirasakan, kemudian mengklaim dirinya ber-Tuhan, dasarnya apa ? Jika ber-Tuhan tidak ada bedanya dengan yang tidak ber-Tuhan, kemudian apa kelebihannya ? Apakah Tuhan milik anda saja ? Milik salah satu bangsa saja ? atau salah satu komunitas saja ? à Berbagai pertanyaan untuk menjawab dimana Tuhan berada ?

Apakah tuhan itu banyak, sehingga manusia harus menjawabnya dengan berbagai jawaban yang berbeda ? Jika demikian adanya, pasti ada tuhan yang lebih baik dari tuhan lainnya, jika demikian kan wajar, adanya perselisihan dan mengklaim dirinya paling benar. Dunia mau kemana ? Negara mau dibawa kemana ? bangsa ini kan terpecah semuanya. Individu saling berantem, hanya gara-gara tuhan-ku lebih hebat dari tuhan-mu ! à Jika dikatakan Tuhan itu adil adanya, sejauhmana adilnya ? Mengapa orang yang berbuat jahat, koruptor masih hidup enak ? kemudian tuhannya banyak, tuhan mana yang teradil ? Jika dikatakan tuhan itu maha pengampun, pernahkan anda merasakan pengampunannya ? jIka tuhan berada dimana-mana, bisakah anda menunjukan keberadaannya ? à Berbagai pertanyaan tentang pengaruh tuhan pada manusia , bukan ?

Untuk menjawab begitu banyak pertanyaan yang membingungan dan meragukan keberadaan tuhan, membuat penulis mencoba membantu dari salah satu karya Tuhan kepada manusia, yang bisa dirasakan dan dipahami keberadaannya Tuhan.

Namanya Tuhan hanya satu, yaitu Tuhan yang menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya. Termasuk manusia yang diciptakan menurut gambar-NYA. Karena IA yang menciptakan, maka ia mengetahui jelas ciptaan-Nya- Maka seluruh umat manusia ada dibawah kendalinya. DIMANAPUN MANUSIA BERSEMBUNYI TIDAK LEPAS DARI PENGAWASANNYA DAN BISA DIRASAKAN SEMUA MANUSIA à Dari sini manusia bisa merasakan keadilan, kesetiaan dan betapa besar kasih karunia-Nya pada manusia dan bisa dibuktikan dan dirasakan pula oleh semua manusia. Keberadaannya begitu dekat, seolah-olah kemanapun manusia melangkah akan dirasakan keberadanya pula.

1. Keadilan Tuhan , karena DIA adalah adil, maka akan diperlakukan pada seluruh manusia atas ciptaan hukumnya, peraturan dan penetapan-penetapan yang adil dan berlaku bagi setiap orang. Peraturannya diberikan dan diturunkan melalui Nabi Musa, yang dikenal Sepuluh Hukum Allah ” à Empat hukum awal menyangkut hubungan manusia dengan Dirinya, Enam hukum lainnya menyangkut hubungan antar manusia. JIka kita simak hukum yang berada dalam Negara manapun, akan menjadikan 10 hukum ini sebagai dasar pemikiran , kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan hukum yang berlaku dinegaranya. Setiap manusia juga memiliki kesepuluh hukum ini yang menyikapi hidup selama berada dibumi ini - IA tidak pernah pilih kasih kepada siapapun, bangsa apapun, manusia apapun, tidak memandang siapakah engkau.

2. Kesetiaan Tuhan, IA tidak pernah memungkiri diriNya, apa yang telah menjadi kesepakatan-Nya akan tetap dijalankan. Kesetiaan-Nya dibuktikan dengan diri-Nya adalah pengampun, pemberi kedamaian, pengasih sepanjang masa. IA tidak pernah berubah, kecuali manusia mengingkari dan tidak mengakui-Nya.

Keadilan dan kesetiaan-Nya membuktikan diri-Nya adalah satu-satunya Tuhan sebagai Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seluruh isinya, karena Dia-lah Sang Penciptanya, Dialha yang mengetahui setiap ciptaan-Nya dan mengetahui segala kelemahan manusia - Maka diletakannyalah ” HATI-NURANI ” pada setiap ciptaannya mewakili keberadaan-Nya dimanapun manusia itu berada, IA akan memberi petunjuk Hukum yang diturunkan, IA akan menegor bagi siapa saja yang melanggar, dan Ia pula yang akan memberikan pengampunan bagi mereka yang bertobat dan mengakui kesalahannya, dan IA pula yang memberikan kedamaian hati, jika senantiasa taat akan hukum -Nya à Siapakah yang bisa luput dari tuntutan hati nurani, jika ia mencuri, korupsi yang bukan haknya, berzinah, membunuh dan lain-lain, kegelisahan dan ketakutan selalu mendampingi dirinya, bukan ? Siapakah yang tidak memiliki kedamaian, jika ia setia dan taat akan hukum-Nya, dan saat ia bertobat akan dosa-dosa-Nya. Siapakah yang bisa hidup damai, jika ia melawan dan tidak menghormati orang tuanya ? Siapakah yang bisa hidup damai, jika hatinya dipenuhi kebencian dan tidak bisa mengampuni sesama ? Siapakah yang bisa hidup tenang tanpa mencari Tuhan ? Hati manusia tidak bisa lepas dari mencari Tuhan ( apakah Tuhan benar atau tuhan yang salah ), tetap ia akan mencari dan mencari baik itu yang mengakui adanya Tuhan atau tidak, mereka akan mencari sesuatu kekuatan diluar kemampuan manusia sebagai tuhannya. Karena Hukum itu sendiri sudah berada dalam hati nuraninya, hanya keangkuhan dirinya saja tidak mau mengakui Tuhan Sang Penciptanya. Mengapa orang mencari dukun, menyembah sesuatu yang diciptakan manusia maupun yang diciptakan Tuhan ( bulan, bintang, pepohonan, dan lain-lain ) ? karena mansuia tidak bisa lepas dari Tuhan Yang menciptakannya.

Ketahuilah IA berada dimana-mana, sangat dekat dengan setiap insane, mengikuti setiap langkah kemana ia pergi, janganlah munafik dan tidak percaya, setia dan taatlah akan hukum-Nya, maka kedamaian akan diperoleh, mohonlah Ia tidak pernah mengikari janji diri-Nya. Jika manusia melawan, akan merasakan pahitnya hidup, penuh dengan kepalsuan, kedengkian, keiri-hatian, kekuatiran dan ketakutan. Manusia tidak akan lepas dari pengawasannya selama 24 jam, setiap saat, hingga maut memanggil ! Hukum yang sesungguhnya, akan diberlakukan saat maut datang, tiada pertobatan, tiada pengampunan lagi. Kesempatan hanya diberikan pada saat manusia masih hidup di muka bumi.

sumber

http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/11/tuhan-dimanakah-anda-berada/

Terrorisme Serta Hubungannya dengan Pandangan Hidup

Manusia dan Pandangan Hidup

Pandangan hidup merupakan suatu dasar atau landasan seseorang yang mempengaruhi perilaku seseorang tersebut kedalam kehidupannya. Semua manusia pasti mempunyai suatu pandangan hidup sendiri – sendiri dan kemungkinan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Tak sedikit pula orang yang mempunyai pandangan hidup yang sangat bertentangan dengan pandangan hidup orang yang lainnya, itulah yang sering memicu perdebatan diantara umat manusia dalam kehidupan sehari hari. Sebetulnya pandangan hidup itu adalah mengenai pemahaman seseorang dalam menyikapi permasalahan di kehidupannya sendiri. Namun tanpa disadari bahwa perbedaan pandangan yang akhirnya menimbulkan pertentangan di dalam masyarakat akibat adanya perbedaan pendapat dari masing-masing individu.

Seperti yang lingkungan serta di dunia internasionnal sekarang ini, semakin maraknya kasus terorisme. Masalah ini terjadi akibat kurang tepatnya pandangan suatu orang terhadap masalah kehidupan sehari – hari. Mereka manafsirkan atau mengartikan suatu ajaran secara sepotong – sepotong dan hanya berdasarkan pada satu atau dua sumber saja tidak melihat keadaan sekitar yang diperkirakan secara logika sehingga mendapatkan penjelasan yang kurang tepat. Mereka berpandangan bahwa semua orang yang menentang keyakinan satu sama lain adalah musuh buat mereka dan itu harus dimusnahkan dari muka bumi ini untuk tersciptanya kehidupan yang aman dan sejahtera. Padahal kalau kita perhatikan sebenarnya pandangan mereka terhadap masalah tersebut adalah kurang tepat, bukan sewajarnya orang yang keliru itu disadarkan untuk kembali ke jalan yang lurus bukan malah ditiadakan atau dimusnahkan. Tetapi pandangan seperti itu sudah mendarah daging pada diri mereka dan orang – orang pengikutnya. Bahkan mereka yang fanatik terhadap agama misalnya, menganggap kalau melakukan hal tersebut akan mendapat suatu pahala yang besar dan kalaupun mereka maninggal dalam menjalankan aksi mereka tersebut dianggap sebagai mati syahid. Padahal kalau diamati justru perbuatan yang mereka lakukan itu sangat merugikan orang lain. Mereka juga tidak segan segan untuk menyebarkan ajarannya tersebut kepada orang – orang yang ada disekitarnya sehingga pengikut semakin banyak. ini yang menyebabkan kasus terrorisme masih saja terus berkembang seolah tidak bisa untuk dihentikan. Seperti yang kita lihat sekarang ini, meskipun pimpinan gembong teroris sudah banyak yang tertangkap tetapi terorisme masih terus terjadi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ajaran yang mereka ajarkan masih belum mati dan terus berjalan sehingga siapa saja bisa menerukan ajaran tersebut meskipun sang pemimpin telah tiada, karena mereka bisa membentuk kader – kader pemimpin baru.

Untuk masalah tersebut hal yang harus dibenahi sebeneranya adalah pandangan hidup pada pribadi masing masing orang tersebut. Kalau yang dibasmi adalah pemimpinnya itu belum bisa menuntaskan permasalahan karena pengikutnya masih banyak dan hal itu sulit untuk ditelusuri satu persatu. Kalau pandangan hidup mereka sudah kembali ke jalan yang benar, tidak perlu lagi diperintah pun mereka akan menghentikan aksi aksi yang mereka jalankan sekarang ini dengan kesadaran pribadi.

sumber

http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/01/terrorisme-serta-hubungannya-dengan-pandangan-hidup/


Amal Jariah dan Tanggung Jawab Sosial

Manusia dan Tanggung Jawab

Salah satu hadis Rasulullah SAW yang sangat akrab ditelinga kita berbunyi :
“Apabila meninggal anak cucu Adam (manusia), maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal saja, yaitu sedekah jariah, ilmu yang diambil manfaatnya oleh manusia, dan anak yang saleh yang berdoa untuknya “ ( HR.Ahmad ).

Dalam hadis yang lainBeliau bersabda, “Sesungguhnya amal saleh yang akan menyusul seorang mukmin setelah dia meninggal dunia kelak ialah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan, anak saleh yang dia tinggalkan, mushaf Al Quran yang dia wariskan, masjid yang dia bangun, rumah tempat singgah musafir yang dia dirikan, air sungai ( irigasi ) yang dia alirkan, dan sedekah yang dia keluarkan di kala sehat dan masih hidup. Semua ini akan menyusul dirinya ketika dia meninggal dunia kelak“ ( HR.Ibnu Majah dan Baihaqi ).

Dari hadist ini dapat dilihat betapa besar penghargaan Islam terhadap tanggung jawab social. Sebuah amal kebaikan yang bermanfaat bagi masyarakat dihargai dengan pahala yang tiada putus-putusnya meskipun pelakunya telah meninggal dunia. Ilmu pengetahuan , partisipasi dan tanggung jawab social dari masyarakat serta kulitas individu yang dibangun dari institusi keluarga seperti dalam hadist diatas adalah tiga kunci pokok dalam membangun peradaban . Hal ini sejalan dengan visi penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk membangun peradaban ( memakmurkan bumi).” Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS2:30).

Salah satu krtik yang sering disampaikan untuk muslim Indonesia adalah belum terlihatnya korelasi antara kesalehan individu dengan tanggung jawab social. Hadist Rasulullah SAW yang pendek namun sarat makna dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jami’ush Shaghir. “Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” (Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain ) masih belum tercermin dalam pola dan prilaku masyarakat yang secara ritual sangat religious. Ritual-ritual Islam sangat semarak dilakukan di negeri ini bahkan kadang berlebihan, misalnya menyambut idul fitri. Atau seseorang yang melakukan ibadah haji berkali-kali sementara masyarakat di sekitarnya sangat memprihatinkan.). Ibadah personal secara umum masih dianggap lebih penting dibandingkan ibadah social sehingga efek dari kesalehan individu belum mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengangkat dan memajukan peradaban.

Amin Rais menulis sebuah buku yang berjudul tauhid sosial yang mengkritisi fenomena tersebut. Namun istilah Tauhid social ini menurut saya hanya populer di kalangan muslim terpelajar, tidak sampai menyentuh pada grass root ummat Islam. Istilah (term) Amal jariah sudah lebih popular bagi ummat islam. Jika saja “Gerakan Amal Jariah” diwujudkan sebagai sebuah gerakan nasional ummat islam di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab social ( kemiskinan, pendidikan, kesehatan) tentu akan sangat besar manfaatnya untuk menigkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang masih tertinggal.

sumber

http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/28/amal-jariah-dan-tanggung-jawab-sosial/



Pasar Tradisional Butuh Perlakuan Sama

Manusia dan Kegelisahan

1299134559972011283

pasar tradisional harus dijaga keberlangsungan hidupnya.Gambar : Google

Saat ini pasar tradisional berada dalam ketidakpastian,Kondisi ini menambah beban pelaku pasar tradisional yang kian hari harus siap dengan invasi pasar modern. Bisakah mereka melawan ? tentu hal itu mustahil bagi pemodal yang hanya 1-5 juta mampu bersaing dengan pemilik modal hingga miliaran rupiah. lapak-lapak dan gerobak tak mampu bersaing dengan bangunan megah seperti mal, supertmarket dan pasar modern lainnya. Ibarat perlombaan lari : kura-kura dan kancil. Pasar tradisional tak mampu mengejar pasar modern. Alasanya jelas, dukungan finansial, tempat yang representatif, kenyamanan dan kebersihan, belum lagi promosi menjadi sekelumit keunggulan pasar modern itu.

Sekarang ini dengan logika pasar, invasi pasar modern telah masuk sampai kepelosok-pelosok kampung, yang setiap saat siap menerkam pasar tradisional. Pertarungan pun tidak dapat dihindarkan. Pasar tradisional harus bersiap bertarung dari himpitan pasar modern. Dilema ini terjadi karena dukungan kebijakan yang tidak memihak pada pasar tradisional. Dalam Perpres No. 112 tahun 2007 yang dijelaskan dalam pasal 5 ayat 4 disebutkan : mini market bisa beroperasi sampai ke desa-desa. Selanjutnya pada pasal 10 dijelaskan lagi : perkulakan, hypermarket, department store, supermarket dan pengelola jaringan mini market dapat menggunakan merek sendiri.

Ironisnya, mini market, departement store dan jenis pasar modern seperti itu adalah bagian dari peritel besar (pemodal besar) plus pelayanan hingga 24 jam. Tentu saja berbeda di pasar tradisional dengan hanya mengandalkan waktu-waktu tertentu, bahkan beberapa pasar tradisional di Kendari hanya beroperasi pada hari-hari tertentu. Sebuah fenomena yang timpang.

Kegelisahan

Kegelisahan yang muncul di pasar tradsional adalah, pertama, pasar modern telah menjadi batu sandungan yang setiap saat dapat mematikan eksistensi. pedagang lapak hanya mengandalkan modal kecil tidak berdaya melawan kekuatan modal besar. Kedua, belum habis kegelisahan yang lain, muncul lagi kegelisahan yang baru, adalah pengelolaan pasar tradisional yang dikuasai oleh pemerintah daerah dengan menarik iuran dan sewa yang tidak sedikit. Kegetiran lain yang muncul adalah, penggusuran pedagang dan sikap represif aparat dalam menangani para pedagang. Penggusuran dilakukan namun pemerintah tak memiliki empati seperti halnya ganti rugi dan solusi atas masalah di pasar tradisional. Sedemikian banyak kegelisahan dirasakan bagi pelaku pasar tradisional sehingga mereka terabaikan dari hak-hak sebagai manusia yang butuh perlakuan sama dalam mencari nafkah.

Tak bisa dipungkiri bahwa pasar tradisional sekarang terhimpit dengan pasar modern. Pesatnya perkembangan hypertmart, minimarket, mal dan jenis pasar modern lainnya, menjadi indikasi bahwa konsumen diarahkan untuk memilih pasar modern. Saat ini konsumen lebih memilih mal atau pasar modern untuk berbelanja daripada di pasar tradisional. Untuk anak muda dengan tingkat konsumsi yang tinggi lebih memuaskan hasrat belanja di mal daripada berbelanja di pasar tradisional.

Disadari memang, tuntutan kebutuhan masyarakat dengan gaya hidup modern sangat mempengaruhi pertumbuhan pasar modern dengan citra-citra modern ketimbang pasar tradisional yang terkesan kumuh, becek dan tidak higienis. Namun ada hal lain, Kabupaten Bantul-Yogyakarta sebagai misal, memuat peraturan daerah (perda) tentang larangan pembangunan minimarket hingga hypermarket. Alasannya sangat jelas, sebagai upaya perlindungan pasar tradisional terhadap invasi pasar modern. Selain itu, pasar-pasar tradisional di Yogyakarta kebersihan selalu terjaga. Berkunjunglah di pasar Beringharjo atau Demangan, tidak sulit menemukan tong sampah terjejer rapi.

Sudah saatnya revitalisasi pasar tradisional yang partisipatif tanpa melanggar hak-hak sebagai manusia yang butuh perlakuan sama. Pemerintah (pemerintah daerah) lemah dalam memberi perlindungan bagi pelaku di pasar tradisional, harga sewa yang terlalu mahal, perlakuan diskrimintaif (belum lagi sikap represif aparat), kebersihan tempat yang tidak terjaga dan penataan yang tidak partisipatif menjadi isu penting agar pasar tradisional memang membutuhkan revitalisasi.

Kaum lemah seperti halnya pedagang di pasar tradisional hanya memikirkan bagaimana agar asap di dapur terus mengepul, menyekolahkan anak sampai pendidikan tinggi dan bagaimana bisa terus menyambung hidup. Sangat sederhana. Logika ini yang kadang tidak diperhatikan pemerintah. Memanusiakan manusia (pedagang) sangat penting ditumbuhkan sebagai upaya membangun pasar tradisional yang lebih baik.

sumber

http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/03/03/pasar-tradisional-butuh-perlakuan-sama/